Untuk Daerah Maluku Tenggara ini terdapat beberapa macam upacara-upacara baik yang berhubungan dengan adat, maupun keagamaan dan lain-lain.
Upacara-upacara dimaksud adalah antara lain :
Upacara membangun rumah, Upacara Tel Wunan, Upacara Perkawinan, Upacara turun tanah, Upacara Refnear, Upacara Tahlilan, Upacara pengucapan syukur.
Beberapa dari upacara-upacara tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Upacara Perkawinan.
Pada saat seorang gadis dipinang oleh seorang pria, maka pihak pria akan membayar harta kepada pihak si wanita yang mana harta itu terdiri dari : Lela, Gong, Gelang Emas, dan Piring Tua (bingan Ta-te-en).
Sedangkan si gadis yang menerima harta itu harus memberikan makanan kepada pihak laki-laki dan biasanya terjadi yang disebut "BERIASAN". Yang dimaksud dengan beriasan adalah nilai makanan yang diberikan oleh pihak wanita kepada pihak pria lebih tinggi nilai ekonominya, jika dibandingkan dengan yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak wanita.
Ketika harta kawin ini diantarkan oleh pihak pria kepada pihak wanita, maka wanita yang dipinang tersebut harus memberikan kain untuk alas lela kepada si pemikul lela tersebut sebagai kain alas batu.
Awal dari pada saat pernikahan harus diadakan upacara yang dikenal dengan sebutan "Buk Mam". Buk mam adalah upacara makan sirih pinang dimana antara yang wanita dan yang pria saling suap menyuap. Makanan yang harus mutlak ada dalam upacara perkawinan ini ialah yang dinamakan Langar, yaitu makanan yang terbuat dari tepung enbal yang digongseng, kemudian diberi santan, gula merah, lalu digoreng dalam minyak panas dalam bentuk berjari.
Maksud dari pada bentuk jari ini untuk melambangkan persekutuan yang tidak bisa dilepaskan lagi atau saling kait-mengkait. Pada zaman dulu biasanya tamu-tamu yang hadir itu dijamu di tikar. Lama kelamaan dengan adanya kemajuan teknologi, orang mulai tahu tentang penggunaan meja, barulah meja dipergunakan.
Tempat musyawarah bagi perkawinan itu disebut dalam bahasa daerah sebagai "SIR NGALAWAR TOFAT KAFA AT".
2. Upacara Kelahiran.
Setelah terjadi suatu persalinan, maka si ibu dan bayinya tidak diperkenankan untuk keluar rumah sampai dengan bayi tersebut berumur 40 hari. Pada saat bayi tersebut berumur 40 hari, maka diadakan upacara turun tanah. Upacara ini dalam bahasa daerah dikenal dengan nama "NDOK YAF TOD TOD". Pada upacara ini biasanya diadakan sajian khusus kepada orang yang telah menolong persalinan tersebut. Adapun makanan yang disajikan dalam upacara tersebut adalah : enbal, ubi jalar, ubi kembili, pisang, telur ayam dan lain sebagainya.
Telur ayam sebagai lambang dari bayi yang putih, halus serta harus dijaga sebaik-baiknya. Untuk dukun yang menolong persalinan itu diberikan hadiah kain kebaya serta uang.
Dalam upacara tersebut juga dipanggilkan sebanyak 40 anak yang berumur antara 1 sampai 9 tahun untuk bersama-sama ibu dan bayi yang baru lahir itu untuk makan bersama di rumah orang yang baru melahirkan itu.
3. Upacara Kematian.
Dalam upacara kematian ini yang paling berperan ialah saudara laki-laki pihak ibu (paman, Oom).
Sebelum saudara laki-laki pihak ibu itu tiba di rumah duka, maka mayat tidak boleh dikuburkan. Ini yang disebut disasi atau dihawer, juga termasuk dalam pengertian ini mayat tidak boleh dimandikan.
Dihawer ini biasanya memakai daun kelapa putih yang berarti disucikan, sedangkan upacara kematian ini dinamakan Wi-in.
Makanan tidak disajikan pada saat-saat kematian sebagai tanda ikut berduka cita.
Dengan pengaruh agama yang masuk baru untuk yang beragama Islam diadakan selamatan (Tahlilan), sedangkan yang untuk yang beragama Kristen diadakan Malam Penghiburan.
Dalam acara-acara inilah baru dihidangkan makanan. Pihak keluarga yang ditimpa kedukaan tersebut harus membayar harta kepada paman yang telah melaksanakan penguburan tadi.
4. Upacara Refnear.
Refnear adalah salah satu bentuk upacara yang diadakan untuk memperbaiki kembali hubungan antara dua orang atau dua keluarga yang tadinya saling bermusuhan. Upacara refnear ini mutlak harus dilaksanakan apalagi jika antara kedua belah pihak semasa bermusuhan sudah saling sumpah menyumpah.
Dalam upacara ini makanan yang disediakan itu, mutlak harus ada hewan bagi yang beragama Kristen harus menyediakan babi, sedangkan untuk yang beragama Islam harus menyediakan kambing.
Bisa ditambah dengan ayam dan kerbau bagi yang mampu. Makanan yang disediakan dalam upacara ini harus dimakan oleh pihak-pihak yang saling bermusuhan itu untuk menandakan bahwa mereka telah kembali bersekutu. Dalam bahasa daerah hal ini dinamakan : "MOA ET DUK DAAR" yang artinya kurang lebih adalah : "Mari Makan Bersama".
Setelah selesai makan bersama, maka kedua belah pihak harus memegang ujung-ujung dari daun kelapa putih, sambil berdoa bersama dan dilanjutkan dengan keduanya menarik ujung daun kelapa putih sampai putus. Hal ini menandakan bahwa perselisihan di antara mereka telah selesai dan perdamaian telah berada kembali bersama-sama dengan mereka.
Pada saat yang sama seorang laki-laki dewasa melepaskan sebuah anak panah ke udara sampai hilang sebagai tanda kemarahan telah dihapuskan.
Kelanjutan dari upacara tersebut adalah kedua pihak harus berkumur dari air yang sudah disediakan di dalam sebuah pasu, yang mana air tawar, dicampur dengan air jeruk asam, asam.
Setelah keduanya berkumur, maka airnya ditampung di pasu lain. Acara berkumur ini dimaksudkan untuk melambangkan mereka berdua telah mencuci semua kata-kata sumpahan yang pernah dikeluarkan pada saat mereka masih bermusuhan dulu.
Air bekas kumuran tadi harus dibuang ke laut atau di tengah lautan biru yang luas.
5. Upacara Refnep.
Upacara ini adalah satu bentuk upacara yang dilakukan untuk menghapuskan aib yang terjadi bila terjadi suatu perzinahan antara pihak-pihak yang masih mempunyai hubungan darah (keluarga) seperti : Ibu dan anak, paman dan kemenakan, atau bibi dan kemenakan. Upacara yang satu ini agak lain daripada upacara-upacara lain. Upacara ini ditandai dengan penghancuran segala hasil makanan yang berada di kampung itu biasanya yang menghancurkan itu adalah Teabel seperti yang di Maluku Tengah disebut Pela, dari kampung dimana orang yang berzinah itu berada. Hal ini dilakukan karena dianggap bahwa dari makananlah timbul perzinahan itu.
Kemudian dibuatlah sebuah rumah kecil, lalu kedua orang yang terkena persoalan itu dimasukkan ke dalamnya, kemudian rumah itu dibakar dengan didahului menarik keluar orang tersebut.
Sebagai tindak lanjutnya maka hubungan antara kedua orang tersebut harus dibatalkan.
jika tidak dibatalkan maka hukum yang akan berlaku bagi mereka yaitu mereka harus ditenggelamkan ke dalam laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar